KONSELING RATIONAL-EMOTIVE THERAPY

Jumat, 19 Februari 2010

materi 13-14


Standar kompetensi
Setelah mempelajari bagian ini, mahasiswa diharapkan memperoleh pemahaman konseling menurut RET.

Kompetensi dasar
Setelah menyelesaikan kegiatan kuliah ini, mahasiswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan tokoh, pandangan dasar, asumsi masalah, tujuan, proses dan keberhasilan konseling RET
2. Mengalisis model pelaksanaan konseling RET
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan konseling RET.

Pengantar
Istilah Rational-Emotive Therapy sukar diganti dengan istilah bahasa Indonesia yang mengena; paling-paling dapat dideskripsikan dengan mengatakan: corak konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dan akal sehat (rational thinking, berperasaan (emoting), dan berperilaku (acting), serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Maka, orang yang mengalami gangguan dalam alam perasaannya, harus dibantu untuk meninjau kembali caranya berpikir dan memanfaatkan akal sehat. Pelopor dan sekaligus promotor utama corak konseling ini adalah Albert Ellis, yang telah menerbitkan banyak karangan dan buku, antara lain buku yang berjudul Reason and Emotion in Psychotherapy (1962), A new Guide to Rational Living (1975), serta karangan yang berjudul The Rational-Emotive Approach to Counseling dalam buku Burks Theories of Counseling (1979). Menurut pengakuan Ellis sendiri corak konseling Rational-Emotive. Therapy (disingkat RET) berasal dari aliran pendekatan Kognitif-Behavioristik. Banyak buku yang telah terbit mengenai tata cara memberikan konseling kepada diri sendiri, mengambil inspirasi dari gerakan RET, misalnya J.Lembo, Help Yourself, yang telah disadur pula ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Berusahalah Sendiri (1980).
Corak konseling RET berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia dan tentang proses manusia dapat mengubah diri, yang sebagian bersifat filsafat dan sebagian lagi bersifat psikologis, yaitu:
(a) Manusia adalah makhluk yang manusiawi, artinya dia bukan superman dan juga bukan makhluk yang kurang dari seorang manusia. Manusia mempunyai kekurangan dan keterbatasan, yang dapat mereka atasi sampai taraf tertentu. Selama manusia hidup di dunia ini, dia harus berusaha untuk menikmatinya sebaik mungkin.
(b) Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh bekal keturunan atau pembawaan, tetapi sekaligus juga tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuat sendiri. Nilai-nilai kehidupan(values) untuk sebagian ditentukan.baginya, namun untuk sebagian juga dibentuk sendiri serta dikejar sendiri. Salah satu nilai kehidupan adalah kebahagiaan, yang dapat dipilih atau tidak dipilih sendiri sebagai tujuan utama yang pantas dikejar. Tujuan utama ini terwujud dalam berbagai bidang kehidupan, seperti merasa bahagia dengan dirinya sendiri, merasa bahagia dalam berinteraksi dengan orang lain, merasa bahagia dalam kemandirian ekonomis, dan merasa bahagia dalam menikmati berbagai kegiatan rekreatif.
(c) Hidup secara rasional berarti berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga kebahagiaan hidup dapat dicapai secara efisien dan efektif. Bilamana orang berpikir, berperasaan, dan berperilaku sedemikian rupa, sehingga segala tujuan yang dikejar tidak tercapai, mereka ini hidup secara tidak rasional. Dengan demikian, berpikir rasional menunjuk pada akal sehat, sehingga sungguh-sungguh membantu mencapai kebahagiaan di hidup ini. Orang yang tidak mencapai kebahagiaan itu harus mempersalahkan dirinya sendiri karena tidak menggunakan akal sehatnya secara semestinya; tidak pantaslah mereka lalu mempersalahkan orang lain atau nasib hidup malang sebagai biang keladi ketidakbahagiaan mereka.
(d) Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk hidup secara rasional dan sekaligus untuk hidup secara tidak rasional. Dia dapat berpikir dengan akal sehat, tetapi dapat juga berpikir salah dan dengan demikian menimbulkan kesukaran bagi dirinya sendiri. Kesukaran ini menggejala dalam alam perasaannya dan dalam caranya bertindak. tetapi pada dasarnya bersumber pada berpikir yang keliru atau berpikir yang disebut berpikir yang tidak rasional (irrational thinking; illogical thinking). Karena perasaan menyertai berpikir dan, bahkan, sering diciptakan oleh pikiran, pikiran yang irasional akan menghasilkan perasaan yang tidak membahagiakan serta tidak mendukung perilaku yang tepat. Misalnya, bilamana seseorang memandang suatu kegagalan sebagai pukulan yang menghancurkan kehidupannya untuk selanjutnya (berpikir irasional), dia akan merasa putus asa dan sangat depresif (berperasaan yang mematikan semangat) dan akan bertindak yang kurang sesuai, seperti mempersalahkan orang lain (bertindak destruktif). Sebaliknya, bila orang itu memandang kegagalan itu sebagai cermin dan sebagai cambuk untuk berusaha lagi (berpikir rasional), dia tetap akan merasa kecewa dan sedih, tetapi perasaan itu tidak mematikan semangat. Selanjutnya dia akan berpikir bagaimana sebaiknya bertindak kemudian, sehingga tingkah lakunya tepat dan sesuai.
(e) Orang kerap berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irasional (irrational beliefs), yang ditanamkan sejak kecil dalam lingkungan kebudayaan atau diciptakan sendiri. Mungkin juga keyakinan-keyakinan itu merupakan gabungan dari pengaruh lingkungan sosial dan gagasannya sendiri. Tumpukan keyakinan irasional cenderung untuk bertahan lama, bahkan orang cenderung memperkuatnya sendiri dengan berbagai dalih. Albert Ellis. sendiri mengakui mula-mula merumuskan 11 keyakinan irasional yang dianggapnya dipegang oleh banyak orang, tetapi kemudian ditinjau kembali, Jumlah itu dikurangi sampai tiga keyakinan dasar yang irasional, yaitu tiga keharusan yang disampaikan olehorang kepada dirinya sendiri:
(1) Saya harus berhasil dalam segala-galanya dan harus disayangi oleh semua orang yang penting dalam hidup saya. Kalau saya tidak mendapat rasa sayang, saya mengalami musibah; maka saya adalah orang yang brengsek!
(2) Kamu harus memperlakukan saya dengan ramah dan adil. Bagi saya timbul musibah, kalau kamu tidak berbuat demikian. Saya tidak tahan lagi berurusan dengan kamu! Maka kamu tak lain tak bukan adalah setan belaka!
(3) Kehidupan ini harus bersikap manis terhadap saya dan membekali saya dengan semua yang saya inginkan. Ini pun harus terlaksana segera. Kalau tidak, saya akan hancur. Maka saya tidak bertahan lagi hidup dalam dunia ini! Dunia ini hanya neraka besar dan hutan rimba belaka!
(f) Pikiran-pikiran manusia biasanya menggunakan berbagai lambang verbal dan dituangkan dalam bentuk bahasa. Bila berpikir, manusia seolah-olah mengucapkan kata-kata kepada diri sendiri. Orang mempertahankan pikiran yang rasional atau yang tidak rasional dengan berbicara kepada diri sendiri dan mengucapkan dalam batinnya sendiri uraian kalimat tertentu, seperti yang dirumuskan dalam butir (e) di atas.
(g) Bilamana seseorang merasa tidak bahagia dan mengalami berbagai gejolak perasaan yang tidak menyenangkan serta membunuh semangat hidup, rasa-rasa itu bukan berpangkal pada rentetan kejadian dan pengalaman kemalangan yang telah berlangsung (activating event; activating experience), melainkan pada tanggapannya yang tidak rasional terhadap kejadian dan pengalaman itu (irrational beliefs). Tanggapan kognitif yang tidak masuk akal itu biasanya terdiri atas beraneka tuntutan mutlak, perintah keras kepada diri sendiri dan berbagai keharusan. Perasaan negatif yang muncul sebagai akibat dari. pikiran irasional itu, dipandang sebagai suatu reaksi perasaan yang tidak wajar (inappropriate emotions), yang biasanya terdiri atas rasil depresif,rasa cemas dan gelisah yang mendalam, rasa putus asa, rasa bermusuhan, dan rasa tak punya harga diri. Perasaan yang demikian disebut tidak wajar, karena menghambat orang dalam menghadapi tantangan/bantingan hidup dan membunuh semangat berusaha bahkan sering membuat keadaan orang lebih buruk. Sebaliknyalah tanggapan rasional (rational belief) disertai suatu reaksi perasaan yang wajar (appropriate feelings). Tanggapan yang masuk akal biasanya terdiri atas berbagai keinginan, aneka harapan, dan bermacam preferesi, sedangkan reaksi perasaan yang wajar meliputi perasaan positif seperti rasa cinta, rasa bahagia, rasa tenteram, dan rasa puas; serta perasaan negatif seperti rasa sedih, rasa kesal, rasa kecewa, rasa bosan, rasa tidak suka, dan rasa marah. Semua reaksi perasaan itu, baik yang positif maupun yang negatif, disebut wajar karena menimbulkan semangat untuk berusaha mengubah hal¬-hal yang tidak diinginkan dan mengganggu kebahagiaan hidup.
(h) Untuk membantu orang mencapai taraf kebahagiaan hidup yang lebih baik dengan hidup secara lebih rasional, RET memfokuskan perhatiannya pada perubahan pikiran irasional menjadi rasional. Maka, pada dasarnya, konselor yang menerapkan corak konseling ini mengusahakan rehabilitasi kognitif (cognitive restructuring). Untuk itu, tidak perlu konselor menggali seluruh sejarah. kehidupan konseli, bahkan juga tidak mengorek keseluruhan asal-usul permasalahan yang dihadapi sekarang dengan membongkar masa lampau. Konselor RET memusatkan perhatiannya pada masa sekarang dan tidak sebegitu mengindahkan apa yang terjadi di masa yang lampau. Dalam hal ini terdapat perbedaan dengan pendekatan Behavioristik, meskipun Ellis berpegang pada banyak unsur dalam pendekatan Behavioristik secara tidak langsung.
(i) Mengubah diri dalam berpikir irasional bukan perkara yang mudah, karena orang memiliki kecenderungan untuk mempertahankan keyakinan-keyakinan yang sebenarnya tidak masuk akal, ditambah dengan perasaan cemas tentang ketidakmampuannya mengubah tingkah lakunya dan akan kehilangan berbagai keuntungan yang diperoleh dari perilakunya. Misalnya, seorang mahasiswa yang mengeluh ke mana-mana bahwa dia selalu gugup dalam menempuh ujian, mungkin saja mempertahankan keluhannya dengan meyakinkan diri terus-menerus bahwa “Aku memang paling bodoh di antara ternan-ternan; seharusnya aku pandai". Dengan merasa cemas terus-menerus mengenai ketidakmampuannya dan dengan mendapatkan simpati dari beberapa dosen mengenai kegugupannya, akhirnya mahasiswa itu jatuh dalam suatu lingkaran setan yang jalan keluarnya tidak muncul¬-muncnl (self-defeating behavior). Meskipun perubahan pada diri sendiri tidak mudah. patut diusahakan dengan menyerang kekacauannya dalam berpikir dan melatih diri mewujudkan landasan pikiran yang lebih sehat dalam tingkah laku yang konkret.
(j) Konselor RET harus berusaha membantu orang menaruh perhatian wajar pada kebahagiaan batinnya sendiri, menerima tanggung jawab atas pengaturan hidupnya sendiri tanpa menuntut secara mutlak dukungan dari orang lain; memberikan hak kepada orang lain untuk berbuat salah tanpa menjatuhkan hukuman neraka atas mereka sebagai manusia; menerima kenyataan, bahwa banyak hal dalam kehidupannya tidak dapat diramalkan secara pasti; berpikir objektif tentang diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain; berani niengambil risiko yang wajar dan mencoba hal-hal yang baru; menerima diri sendiri dan merasa puas dengan diri sendiri sehingga dapat menikmati hidup; dan mengakui bahwa mustahillah tidak pernah mengalami rasa frustrasi, rasa sedih, rasa kesal, dan sebagainya.
(k) Konselor harus membantu konseli mengubah pikirannya yang irasional dengan mendiskusikannya secara terbuka dan terus-terang (Dispute). Dalam kaitan ini konselor mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menantang, mengajarkan tata cara berpikir yang lain, memperolok-olok pikiran yang bodoh, memberikan contoh-¬contoh tentang orang lain, menyuruh membayang-bayangkan, dan sebagainya, mana yang ternyata efektif bagi konseli tertentu.
(1) Diskusi itu akan menghasilkan efek~efek (effects),yaitu pikiran-pikiran yang lebih rasional (cognitive effects), perasaan-perasaan yang lebih wajar (emotional effects), dan berperilaku yang lebih tepat dan lebih sesuai (behavioral effects). Misalnya, mahasiswa dalam butir (i) akan berpikir: "Siapa bilang, bahwa aku orang yang paling bodoh? "Kegagalan sampai sekarang tidak berarti studiku sudah hancur! Aku tidak perlu mencapai taraf prestasi segemilang beberapa teman. Aku dapat mencapai hasil sesuai dengan kemampuanku, asal aku berusaha dengan sungguh-sungguh!" Dia masih merasa kecewa tentang hasil sampai.sekarang, tetapi tidak merasa putus asa lagi. Lalu dia memikirkan tata cara belajar yang lebih efisien dan pembagian waktu yang lebih baik. Rencana itu kemudian mulai dilaksanakan dan temyata taraf prestasi belajar secara berangsur-angsur membaik.
Dalam melayani konseli konselor berpegang pada urutan A-B-C-D-E. A adalah kejadian atau pengalaman tertentu (Activating Event; Activating Experience), yang ditanggapi oleh subjek dalam bentuk suatu interpretasi terhadap A atau suatu keyakinan tentang A (Belief) yang dapat rasional atau tidak rasional. Reaksi emosional dan perilaku (Consequences) merupakan akibat dari interpretasi atau keyakinan kognitif, yang dapat berupa reaksi perasaan yang wajar atau tidak wajar dan perilaku yang sesuai atau jelas tidak sesuai. Masalah klien timbul karena keyakinan-keyakinan yang irasional, yang pada gilirannya menimbulkan reaksi perasaan yang tidak wajar dan tingkah laku yang salah suai . Dalam urutan A-B-C ini A bukan sebab dari C, melainkan B terhadap A menjadi sebab timbulnya C. Kalau B adalah irasional dan tidak masuk akal, akibatnya C akan tidak wajar dan salah suai, kalau B adalah rasional dan masuk akal akibatnya C akan wajar dan sesuai. Maka, bila ternyata bahwa konseli berpegang pada B yang irasional, konselor kemudian akan melangkah ke D (Dispute) untuk menumbuhkan efek-efek yang diharapkan pada akhir proses konseling, yaitu E (Effects). Dengan demikian terdapat rangkaian A-B-C-D-E. Sebagai contoh:
A : Seorang mahasiswa menerima surat dari seorang gadis, yang dianggapnya sebagai pacar, cintanya yang pertama. Surat itu berisikan pesan hubungan kita sampai disini saja.
B : Mahasiswa menginterpretasikan kejadian ini sebagai malapetaka besar dan berkata kepada diri sendiri: "Aku seharusnya mendapat tanggapan yang positif. Kamu seharusnya tidak menolak saya. Ini musibah paling besar bagiku. Rasa harga diriku diinjak-injak. Usahaku gagal total dan karena itu akulah pemuda yang brengsek! Apakah masih ada arti dalam hidupku? Kenapa masih mempertahankan hidupku di. dunia ini?" Pikiran-pikiran semacam itu bercorak irasional dan tidak masuk akal.
(Corak berpikir yang lain ialah: "Ini tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Aku tidak mengerti mengapa tiba-tiba dia memutuskan hubungan. Sebenarnya lebih baik dia memberikan penjelasan. Tetapi, apa boleh buat, kelihatannya dia sudah mantap pada keputusannya." Berpikir seperti itu ternyata jauh lebih rasional.)
C : Sebagai akibat dari pikiran irasional di atas, mahasiswa itu merasa putus asa serta depresif dan tidak bersemangat hidup lagi. Reaksi emosional ini menggejala dalam berbagai ungkapan ketegangan, misalnya sukar tidur, kehilangan nafsu makan, dan marah-marah pada teman-teman. Lalu dia tidak masuk kuliah selama 2 minggu dan mengirimkan surat kepada penasihat akademik untuk minta izin karenasakit.
(Reaksi emosional yang lain ialah rasa kecewa, rasa frustrasi, dan. tidak suka akan perlakuan yang demikian. Dia kemudian mengirimkan surat kepada pemudi itu untuk minta penjelasan tentang hubungan akrab diputuskan Namun, sementara itu dia tetap melakukan kewajibannya sebagai mahasiswa. Kalau begitu, mahasiswa tidak perlu menghadap konselor!)
D: Konselor menjelaskan kepada mahasiswa, bahwa perasaannya yang serba putus asa adalah akibat dari caranya menanggapi kejadian penerimaan surat putus hubungan; juga dijelaskan, bahwa aneka gejala gangguan perasaan adalah akibat dari pikirannya yang tidak masuk akal,dan bahwa pengiriman surat minta izin bukan cara penyelesaian masalah yang efektif. Kemudian konselor mulai menantang segala pikiran irasional pada B di atas, misalnya dengan bertanya: "Siapa bilang bahwa kamu seharusnya tidak ditolak? Apakah surat itu bermakna menjatuhkan Anda dalam lembah kenistaan? Apakah seorang pemuda yang tidak berhasil dalam cintanya yang pertama harus dianggap sudah brengsek?", dan sebagainya. Konselor juga menjelaskan. bahwa dia dapat mengambil pelajaran dari pengalaman ini, misalnya: “Lain kali jangan menaruh harapan dengan serba cepat. Kegagalan dalam cinta pertama membuat orang lebih matang dalam menghadapi hubungan percintaan dengan orang lain." dan sebagainya.
E : Konseli berubah dalam caranya menanggapi A, misalnya seperti pada butir B di atas, di antara tanda ( ). Reaksi dalam alam perasaannya berubah juga dan dia mengambil tindakan lain, misalnya seperti pada butir C di atas, di antara tanda ( ).
Tentu saja proses konseling tidak mulai pada A, tetapi pada suatu saat setelah A-B-C telah terjadi dan mahasiswa itu menyadari dia tidak mampu menyelesaikan masalah ini tanpa bantuan seorang konselor. Selama proses konseling A-B-C akan menjadi jelas dan konselor menangkap hubungan antara A-B-C. Kemudian konselor menjelaskan peranan dari B yang irasional dan mulai menantangnya untuk mencapai efek E. Namun, konselor biasanya tidak membiarkan konseli untuk mengutarakan kejadian atau pengalaman (A) dengan panjang lebar dan secara mendetail; hanya secukupnya supaya menjadi jelas terhadap hal apa diberikan tanggapan kognitif (B). Demikian pula, tidak dianggap berguna ungkapan perasaan seperti putus asa, depresif, tidak bersemangat, dan bermusuhan diperpanjang, karena yang jauh lebih penting adalah berbagai keyakinan irasional yang melandasi ungkapan perasaan itu. Konselor menunjukkan sikap penerimaan, pemahaman, dan penghargaan sejauh diperIukan untuk menciptakan suasana komunikasi antarpribadi yang memuaskan (working relationship), tetapi hubungan antarpribadi tidak dianggap sebagai satu-satunya kondisi yang mencukupi bagi keberhasilan konseling, seperti pada Client-Centered Counseling. Untuk melengkapi diskusi tcntang rangkaian keyakinan irasional yang harus diubah, konselor Koseling memberikan suatu tugas Pekerjaan Rumah (Homework), seperti melakukan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya yang tidak masuk akal; membayangkan reaksi perasaan yang wajar untuk melawan yang tidak wajar (Rational Emotive Imagery); dan mengisi format yang disebut Rational Self Help Form yang diterbitkan oleh The Institute for Rational-Emotive Therapy di New York City. Format ini dapat Anda lihat pada halaman berikut.
RET menunjukkan baik kelebihan maupun kelemahan. Kelebihannya ,ialah tekanannya pada peranan berbagai tanggapan kognitif terhadap timbulnya suatu reaksi perasaan .. Kelemahannya ialah kurangnya pengakuan terhadap perasaan nada dasar (stemming) sebagai suatu faktor yang sangat dominan dalam kehidupan manusia, yang tidak sebegitu rnudah mengalami perubahan. Meskipun demikian, corak konseling ini sangat bermanfaat untuk diterapkan oleh konselor sekolah terhadap siswa remaja dan mahasiswa, yang mengalami reaksi-reaksi perasaan negatif yang kuat dan agak mewarnai suasana hati, seperti rasa cemas, rasa gelisah, rasa putus asa, tidak bergairah, dan tidak bersemangat. Konselor menduga bahwa ungkapan perasaan itu berkaitan dengan suatu pengalaman hidup, yang diberi interpretasi negatif berdasarkan cara berpikir yang kurang "sehat" dan/atau kurang masuk akal.
Suatu sistematika lain yang juga mengusahakan rehabilitasi kognitif (cognitive restructuring) dikembangkan oleh Meichenbaum, yang terpusat pada pesan-pesan negatif yang disampaikan oleh orang kepada diri sendiri dan cenderung melumpuhkan kreativitasnya serta menghambat dalam mengambil tindakan penyesuaian diri yang realistis. Menurut pandangan Meichenbaum orang mendengarkan diri sendiri dan berbicara kepada diri sendiri, yang bersama-sama menciptakan suatu dialog internal (internal dialogue) dan berkisar pada mendengarkan pesan negatif dari sendiri dan menyampaikan pesan negatif pula kepada diri sendiri. Dialog internal yang berisikan penilaian negatif terhadap diri sendiri akan membuat orang lain merasa gelisah dalam menghadapi tantangan hidup dan kurang mampu mengambil tindakan penyesuaian diri yang tepat Maka perlulah mengubah penilaian diri yang negatif itu menjadi lebih positif, sehingga keyakinan akan diri sendiri menguat dan kemampuan menyesuaikan diri dengan situasi konkret bertambah. Siasat yang digunakan oleh konselor pada dasarnya sama. dengan yang diterapkan dalam RET, yaitu mengkaji ulang pola berpikir yang bercorak negatif dan menghasilkan tindakan penyesuaian diri yang kurang tepat. Hanyalah Albert Ellis lebih memperhatikan pikiran irasional yang dapat berisikan lebih luas daripada pikiran tentang diri sendiri, sedangkan Meichenbaum lebih menitikberatkan evaluasi diri yang bercorak negatif. Namun, dalam praktek konseling di institusi pendidikan dapat dijumpai kasus corak berpikir negatif tentang diri sendiri yang sebenarnya bersifat irasional (tidak masuk akal sehat); dalam kasus seperti itu penerapan pendekatan RET mencakup pula rehabilitasi kognitif terhadap corak berpikir tentang diri sendiri yang melumpuhkan semangat hidup.

Model Pelaksanaan Rational-Emotive Therapy
Kasus
Prabawa adalah seorang siswa suatu SMU di kota besar, kelas III, cawu kedua, program studi IPS. Dia tinggal bersama orang tuanya, yang mendukung cita-citanya menjadi seorang guru akuntansi. Prabawa berharap dapat diterima di Negeri di kotanya sendiri, dan telah berusaha sejak kelas I supaya nilai rata-rata dalam rapor setiap semester minimal 7. Dalam usaha ini dia telah berhasil.
Selain itu, sejak awal kelas II dia juga berhasil dalam mengikat hati seorang siswi . yang duduk di kelas yang sarna. Mereka sudah biasa pergi rekreasi bersama, meskipun pihak putri terpaksa main backstreet karena orang tuanya belum mengizinkan untuk berpacaran Pada awal cawu kedua siswi mengatakan bahwa orang tuanya telah mengetahui petualangannya dan memarahi dia; bahkan mereka mengancam ini dan itu. Siswi itu merasa terpaksa memutuskan hubungan karena dia tidak berani melawan orang tua. Prabawa jatuh dalam lembah depresi dan berpikir: "Apa gunanya meneruskan hidup di dunia ini? Saya tidak rela dicintai oleh gadis lain ataupun mencintai gadis lain. Hanya yang satu ini menjadi idaman saya! Sumber semangat belajarku dan pendukung cita-citaku sudah lenyap!".
Prabawa bolos sekolah selama satu minggu. Ketika masuk kembidi, dia dipanggil . oleh konselor di sekolahnya.
Langkah-langkah kerja:
(1) Membangun hubungan pribadi dengan Prabawa: lihat bagan di bagian A. Di sini pun konselor menjelaskan alasan Prabawa dipanggil, yaitu selama satu minggu tidak masuk sekolah tanpa ada kabar, dan bertanya apakah ada sesuatuyang ingin dibicarakannya berkaitan dengan hal itu. Mula-mula Prabawa kelihatan ragu-ragu, tetapi akhirnya mengatakan bahwa memang ada sesuatu yang ingin dibicarakannya.
(2) Mendengarkan dengan penuh perhatian ungkapan pikiran dan perasaan Prabawa.
Dia mengutarakan bahwa semangat belajar telah hilang, setelah mengalami pukulan yang berat, gara-gara pacarnya yang tersayang memutuskan hubungan percintaan. Pacarnya adalah teman siswi sekelas yang selama satu tahun sering mau diajak pergi berdua, tetapi tiba-tiba mengundurkan diri setelah dimarahi oleh orang tuanya. Padahal, katanya, tidak ada gadis lain yang pantas dicintai. Prabawa beranggapan bahwa masa depannya menjadi sangat suram dan tidak ada sumber inspirasi lagi yang mendukung cita-citanya menjadi guru akuntansi di sekolah menengah (Pikiran irasional).
(3) Mengadakan analisis kasus, yaitu mencari gambaran yang lengkap mengenai kaitan antara A, B, C (Activating Event: Belief: Consequences). Konselor akan menaruh perhatian khusus pada pikiran-pikiran irasional yang diduga mendasari rasa kehilangan semangat, karena dia akan mengusahakan supaya Prabawa berpikir rasional dalam menghadapi persoalannya.
(a) Dikaguminya; yang memutuskan hubungan ialah piliak putri, dengan memberikan alasan dilarang oleh orang tuanya (A).
(b) Kejadian ini ditanggapi dengan banyak pikiran yang irasional atau tidak masuk akal. Prabawa berpikir: "Ini musibah besar, karena cintaku yang pertama dan abadi dihancurkan begitu saja." "Tidak ada gadis lain yang akan kucintai. Gadis lain juga tidak akan mencintai diriku setulus teman siswi ini." "Dunia telah bertindak kejam terhadap diriku, apa gunanya menyambung benang hidupku ini?" "Siapa lagi yang akan memberikan inspirasi kepadaku untuk mengejar cita-citaku kalau bukan dia?" (B irasional).
(c) Sebagai akibat dari cara berpikir yang demikian, Prabawa mengalami gejolak emosional dan goncangan dalam alam perasaannya, seperti merasa kehilangan semangat hidup dan gairah untuk belajar, merasa putus asa dan merasa seperti orang yang lukanya menganga lebar dan mengeluarkan darah terus-menerus (C dalam alam perasaan). Akibat lebih lanjut ialah frabawa memutuskan urttuk tidakmasuk sekolah; ini tindakan penyesuaian diri yang salah dan malah membahayakan sukses dalam belajarnya (C dalam perilaku nyata). Narnun, karena teguran orang tuanya dia terpaksa kembali ke sekolah setelah bolos satu minggu.
(4) Membantu Prabawa untuk menemukan jalan keluar dari persoalan ini. Konselor dapat mulai dengan menjelaskan kepadanya hasil analisis di atas, sehingga Prabawa sedikit banyak mengerti apa alasannya sehingga keadaannya sekarang begini. Kemudian konselor mulai menantang seluruh pikiran yang tidak masuk akal tadi, misalnya dengan melontarkan pertanyaan: "Apa alasanmu berpendapat telah ditimpa musibah besar?"; "Apakah pengalaman yang pahit ini patut dianggap musibah paling besar bagi seorang remaja putra?"; "Apakah memang sudah pasti bahwa cinta pertama ini merupakan cinta abadi?"; "Apakah inspirasi dan semangat belajar hanya dapat diberikan oleh gadis itu?"; "Apakah orang tua siswi yang masih di bawah umur itu tidak berhak ikut bicara?; "Apakah kamu mempunyai hak menuntut supaya dunia ini memenuhi keinginan dengan serba cepat?", dan sebagainya.
Di samping itu, konselor memberikan pandangan-pandangan baru kepada Prabawa, misalnya: "Pada 'umur sekarang belum tentulah bahwa gadis itu adalah jodohmu. Mungkin saja hubungan ini akan berubah bila Prabawa dan siswi itu sudah .. menginjak dewasa"; "Anggaplah pengalaman berpacaran ini sebagai pelajaran yang berguna, yaitu Prabawa sudah mengalami keindahan cinta. tetapi sekaligus lebih menyadari harus melihat situasi dan kondisi siswi yang masih bersekolah seperti Prabawa sendiri"; "Orang tuanya mungkin menginginkan. supaya anak mereka menyelesaikan studinya lebih dahulu sebelum mengikat diri. Selain itu, tindakan backstreet tidak tepat dilakukan oleh gadis remaja, karena ini meng¬hancurkan hubungan terbuka antara orang tua dan anak"; "Tidak lebih baikkah Prabawa menyelesaikan SMU lebih dahulu dan nantinya melihat lagi kemungkinan untuk menyambung kembali hubungan dengan gadis itu, kalau dia memang cocok untuk Prabawa?"; "Lebih baiklah bagi pemuda untuk mendapatkan kepastian tentang.suatu pekerjaan, sehingga dia dapat menghidupi keluarga. Orang tua pihak putri ingin supaya kehidupan anaknya, yang diserahkan kepada seorang pria. Betul-¬betul terjamin"; "Kegagalan dalam cinta di masa remaja bukan musibah yang menghancurkan masa depan"; "Merasa kecewa sekarang ini adalah perasaan yang wajar pada umurmu sekarang"; dan lain-lain pertimbangan.
Efek dari diskusi ini ialah, bahwa Prabawa mulai berubah pikiran dan memandang pengalaman ini dengan cara yang lebih masuk akal, misalnya, "Saya akan menerima kenyataan ini. Memang saya tidak mengharapkannya: tetapi apa boleh buat? Lebih baik saya: memusatkan perhatian pada studi dahulu, supaya cita¬cita saya dapat diraih. Pengalaman cinta pertama ini saya simpan sebagai kenangan yang manis, yang nantinya dapat disambung lagi dan lain sebagainya(r kognitif). Efek lebih lanjut ialah, bahwa Prabawa menjadi lebih tenang. Rasa kecewa masih ada, tetapi rasa kehilangan semangat sudah jauh berkurang (r afektif). Akhirnya Prabawa memutuskan untuk tidak lagi mengajak teman siswi itu pergi berdua dan mengejar pelajaran yang ketinggalan (perilaku; R).
(5) Mengakhiri hubungan pribadi dengan Prabawa: lihat bagan di bagian A.

0 komentar:

Posting Komentar